Wednesday, September 2, 2009

Akibat Jaminan Akta Fidusia dalam Jaminan BPKB


Tidak dapat dipungkiri bahwa kebutuhan mendadak untuk kebutuhan pendidikan, modal usaha, dan kebutuhan lain yang membutuhkan dana segar oleh masyarakat dapat diperoleh dengan proses yang relative singkat, dengan syarat yang ringan dan bunga yang kompetitif menjadi pilihan utama. Salah satu pilihannya adalah dana tunai jaminan BPKB.


Tahukah anda bahwa jaminan BPKB yang anda jaminkan tidak hanya semata utang piutang (Kredit) antara anda dan lembaga pembiayaan?


Selain adanya perjanjian Utang-Piutang (Kredit) antara lembaga pembiayaan sebagai kreditor dan peminjam dana sebagai debitor ada perjanjian lain yang merupakan Perjanjian Accessoir dari perjanjian pokok (perjanjian utang – piutang /Kredit) yaitu Perjanjian Jaminan Fidusia.


Yang dimaksud dengan Perjanjian Accessoir(1) adalah Perjanjian Ikutan dan tidak merupakan hak yang berdiri sendiri. Adanya dan hapusya perjanjian ikutan tersebut tergantung dari perjanjian pokoknya.

1. Prof. Dr. Mariam Darus Badrulzaman,SH, Kompilasi Hukum Jaminan, Bandung : Mandar Maju, 2004, hal 13



Sejarah Perjanjian Fidusia dan perkembangannya di Indonesia

Perjanjian Fidusia telah lama dikenal dalam masyarakat Romawi dengan nama fiducia cum creditore, fidusia sendiri adalah lembaga yang berasal dari system hukum Perdata Barat(2).


Menurut Undang-undang nomor 42 Tahun 1999, pengertian Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.


Sedangkan yang dimaksud dengan Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak bewujud dan benda tidak bergerak khususnya Bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagai mana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia (debitor), sebagai agunan bagi pelunasan uang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia (kreditor) terhadap kreditor lainnya.

2. Bandingkan, R. Subekti, Suatu Tinjauan Tentang Sistem Hukum Jaminan Nasioanal ,Bandung : Binacipta, 1981 , hal 29.
Di Indonesia dalam pandangan Tradisional, pandangan fidusia sudah cukup lama dikenal dalam kehidupan masyarakat dengan sebutan “Boreh”.


Bagaimana Perjanjian Fidusia dibuat ?

Menurut Undang undang No 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia pasal 5 Berbunyi “Pembebanan Benda dengan Jaminan Fidusia dibuat dengan akta notaris dalam Bahasa Indonesia dan merupakan akta jaminan Fidusia”.


Ketentuan ini tentunya mempunyai arti bahwa akta jaminan fidusia harus dibuat dengan akta otentik seperti dalam ketentuan dalam pasal 1868 KUHPer yang berbunyi “ Suatu akta otentik adalah suatu akta yang ditentukan oleh undang – undang, dibuat oleh pejabat umum yang berkusa untuk itu di tempat dimana akta dibuatnya.


Hal ini tentunya menjadi jelas bahwa akta jaminan Fidusia harus dibuat dengan akta Notaris yang merupakan pejabat yang ditunjuk oleh Undang - undang no 42 tahun 1999 yang mempunyai pembuktian sempurna.



Pendaftaran Akta Fidusia

Pendaftaran akta fidusia dilakukan di Kantor Pendaftaran Fidusia dimana pemilik objek benda yang di fidusiakan tersebut bertempat tinggal . Misalnya di Kantor Wilayah Pendaftaran Fidusia Jakarta Pusat apabila benda yang bersangkutan/pemilik benda tersebut berada di wilayah Jakarta Pusat untuk mendapatkan sertifikat jaminan fidusia berirah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”, yang memiliki kekuatan hak eksekutorial langsung apabila debitor melakukan pelanggaran perjanjian fidusia kepada kreditor (parate eksekusi).


Fakta di lapangan menunjukan, lembaga pembiayaan dalam melakukan perjanjian pembiayaan mencamtumkan kata-kata dijaminkan secara fidusia. Tetapi ironisnya tidak dibuat dalam akta notaris dan tidak didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia untuk mendapat sertifikat.


Jaminan fidusia yang tidak dibuatkan sertifikat jaminan fidusia menimbulkan akibat hukum yang komplek dan beresiko. Kreditor bisa melakukan hak eksekusinya karena dianggap sepihak dan dapat menimbulkan kesewenang-wenangan dari kreditor.


Praktek sederhana dalam jaminan fidusia adalah debitur/pihak yang punya barang mengajukan pembiayaan kepada kreditor, lalu kedua belah sama-sama sepakat mengunakan jaminan fidusia terhadap benda milik debitor dan dibuatkan akta Notaris lalu didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia. Kreditur sebagai penerima fidusia akan mendapat sertifkat fidusia, dan salinannya diberikan kepada debitur. Dengan mendapat sertifikat jaminan fidusia maka kreditur/penerima fidusia serta merta mempunyai hak eksekusi langsung (parate eksekusi), seperti terjadi dalam pinjam meminjam dalam perbankan. Kekuatan hukum sertifikat tersebut sama dengan keputusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

No comments:

Post a Comment